negara Indonesia berdasarkan Negara hukum
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia
menganut paham demokrasi yang artinya kekuasaan atau kedaulatan berada di
tangan rakyat. Hal ini tercermin dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945 yang menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Pada penegasan yang lain, Konstitusi kita juga
menentukan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Upaya
penerapan Cita Negara Hukum Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang demokratis bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa guna
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945.
Konsep Negara Hukum di dalamnya
terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan
konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem
konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan
hak asasi manusia, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang
menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan
bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang
berkuasa. Dalam paham Negara Hukum yang demikian itu menurut Jimly (2003), pada
hakikatnya hukum itu sendirilah yang menjadi penentu segalanya sesuai dengan
prinsip nomokrasi (nomcrasy) dan doktrin ‘the Rule of Law, and
not of Man’. Dalam kerangka ‘the rule of Law’ itu, diyakini
adanya pengakuan bahwa hukum itu mempunyai kedudukan tertinggi (supremacy
of law), adanya persamaan dalam hukum dan pemerintah (equality before
the law), dan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya dalam
kenyataan praktek (due process of law).
Pentingnya pembatasan terhadap
kekuasaan negara/ pemerintah ini didasari oleh falsafah Lord Acton yang
menyatakan bahwa manusia yang mempunyai kekuasaaan cenderung untuk
menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak
terbatas pasti akan menyalahgunakannya (power tends to corrupt, but
absolute power corrupt absolutely). Gagasan untuk membatasi kekuasaan
dalam penyelenggaraan Negara itulah yang dinamakan democrasy constitusional.
Ciri-cirinya adalah pemerintahan yang terbatas kekuasaannya, dan tidak
dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan atas
kekuasaan pemerintahan tercantum dalam konstitusi, sehingga sering disebut
sebagai pemerintahan berdasarkan konstitusi.
Dengan tertib berpikir demikian,
maka dipahami bahwa konstitusi merupakan sarana untuk membatasi penguasa
negara. Penggunaan konstitusi sebagai sarana untuk membatasi kekuasaan negara
telah melahirkan paham konstitusionalisme. Di dalam gagasan konstitusionalisme
tersebut, konstitusi atau undang-undang dasar tidak hanya merupakan suatu
dokumen yang mencerminkan pembagian kekuasaan (anatomy of a power
relationship) saja, tetapi dipandang sebagai suatu lembaga yang mempunyai
fungsi khusus, yaitu di satu pihak untuk menentukan dan membatasi kekuasaan dan
dipihak lain untuk menjamin hak-hak asasi politik warga negaranya. Konstitusi
dipandang sebagai perwujudan dari hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh
negara dan pejabat-pejabat pemerintah, sesuai dengan dalil “Government by
laws, not by men”.
0 komentar:
Posting Komentar